Harian Pers | -Sesuai Perintah UU, Korban Harus Segera Lepas / Bebas Demi Hukum”Pernyataan Mahfud MD Sebagai Ahli Hukum Dan Sekarang Menko Polhukam RI Menyatakan: “Negara Akan Hacur Jika Kebenaran Dan Keadilan Tidak Ditegakkan” (Antars News, 31 Juli 2018).
Merujuk Kasus dr. Tunggul P. Sihombing MHA Dengan Hukuman Pemidanaan 26 Tahun Penjara Pada Perkara Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Fasilitas Produksi Vaksin Flu Burung Dengan Anggaran Rp. 2,2 Triliun TA 2008-2011 Di PT Bio Farma Dan Unair Surabaya, Terjadi Pelanggaran Hak Axasi Manusia (HAM) Berat Hanyq Demi Membela Penguasa Dan Pengusaha Pelaku Kejahatan. ” Papar Jalaluddin kepada awak media di Jakarta, Selasa (23/5/2023)
Berikut faktanya:
Pelanggaran HAM I, Berdasarkan Temuan Fakta Dan Fakta Hukum Yang Ada, Aparat Penegak aqqwHukum (Polri / KPK, JPU Kejaksaan) Dan Lembaga Pengadilan Di Semua Tingkatan, Mengabaikan Amanat UUD 1945, UU Tentanf KUHAP, KUHP Dab UU Sumber Hukum Pidana Materiil Lainnya, Sebagai Acuan Proses Ber Acara Pidana, Menentukan Duduk Perkara Sebenarnya, Kualitaa Perbuatan Melawan Hukum Guna Menentukan Berat Ringannya Hukuman Hingga Proses Pelaksanaan Eksekusi (Error In Procedure)
Pelanggaran HAM II, Yaitu Dengan Sengaja Aparat Penegak Hukum Melakukan Kelalaian Atau Kedalahan Nyata Untuk Menetapkan Unsur Seseorang (Barang Siapa), Adalah Unsur Utama Dan Pertama Untuk Menentukan Adanya Subjek Hukum Dari Suatu Peristiwa Pidana. Berdasarkan Temuan Fakta, Adanya Kesalahan Nyata Pengadilan Disemua Tingkatan Dengan Menyatakan dr. Tunggul P. Sihombing MHA Sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) TA 2008-2011, Mengabaikan PPK I TA 2008 Adalah Nandi Pinta Dan PPK Ke III TA 2011 Adalah Desak Made Wismarini. Selain Itu KASASI Menyatakan Sebagai Tokoh Pembangunan Merauke Papua. Dalam Perkara Aquo Tidak Ada Hubungan Dengan Merauke Papua (Error In Persona). (putusan.mahkamahagung.go.idNomor: 120/PID.SUS/TPK/2014/PN.JKT.PST.Hal 6-7; 761;
780)
Pelanggaran HAM III, Yaitu, Kesalahan Nyata Menetapkan Unsur Perbuatan Melawan Hukum. Berfadarkan Temuan Fakta Hukum Yanf Ada Majelis Hakim Disemua Tingkatan Khususnya KASASI Untuk Perkara TIPIKOR Tidak Menilai, Memeriksa Dan Mengadili Berdasarkan Duduk Perkara Sebenarnya Dengan Sengajamengabaikan Hasil Audit Investigasi BPK & Fakta Persidangan. Temuan Fakta SFS Menkes Sebagai Pejabat Pengguna Anggaran Pengguna Barang Memerintahkan / Menetapkan / Mengetahui Berbagai Perbuatan Melawan Hukum: 1). Proposal Dan Feasibility Study Yang Tidak Layak; 2). Perencanaan Dan Anggaran Yang Tidak Sesuai Dengan UU; 3). Terjadi Mark Up Kegiatan & Anggaran Yang Semula Rp.450 Miliar Menjadi Rp.2.2 Triliun; 4). Menetapkan PT. AN DKK Sebagai Penyedia Barang Jasa Yang Tidak Mempunyai Kapasitas & Kompetensi; 5). Menghentikan Kegiatan Untuk Pencitraan Dengan Mengabaikan Rekomendasi LKPP, LHA BPKP & LHP BPK; 6). Mempengaruhi Proses
Hukum Antara Lain Memindahkan Proses LIDIK Dari KPK RI Menjadi SIDIK Di Bareskrim Polri, Tidak Dihadirkan Sebagai Saksi Fakta Dengan Berbagai Alasan (Error In Objecta). (putusan.mahkamahagung.go.idNomor: 120/PID.SUS/TPK/2014/PN.JKT.PST.Hal 523-525)
Pelanggaran HAM IV, Yaitu Katakan dr. Tungguk P. Sihombing MHA Harus Dihukum Seberar Beratnya, Namun Sesuai Prinsip Bahwa Proses Hukum Dan Putusan Hakim Harus Mempunyai Azas Kepastian Hukum, Maka Putusan Hakum Sebagai Mahkota Kemuliaan Dan Profesionalisme Hakim – Berdasarkan Perintah UU, Petikan / Salinan Putusan Yang Diberikan Untuk Dasar Melakukan Eksekusi, Harus Ditanda Tangani Majelis Hakim Dan Panitera Pengganti. Berdasarkan Temuan Fakta, Berbagai Kesalahan Nyata Tentang Hal Petikan / Salinan Putusan, Antara Lain:
1. Kesalahan Nyata Putusan Hakim Untuk KASASI Perkara Tipikor No 53 K/Pid.Sus/2016
Dasar Untuk Melakukan EKSEKUSI Tidak Ditanda Tangani Majelis Hakim Dan Panitera
Pengganti. Hal Ini Tidak Sesuai Pasal 200 UU No 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP Juncto Pasal 50 Ayat (2) UU No 48 Tentang Kekuasaan Kehakiman 2. Kesalahan Nyata Putusan PENINJAUAN KEMBALI Perkara Tipikor Nomor 22 PK/PID.SUS/2018. Sejak Diajukan Upaya PK, Sudah 5 (Lima) Tahun Tidak Dijawab Dan
Putusan Tidak diberikan Kepada Para Pihak. Hal Ini Tidak Sesuai Pasal 52 Ayat (2) UU
No 48 Tentang Kekuasaan Kehakiman Juncto Surat Keputusan Ketua Mahkamah
Agung Nomor 02/2010 Tentang Penyampaian Salinan Dan Petikan Putusan.
3. Kesalahan Nyata Putusan Banding Perkara TPPU Nomor 53/PID.SUS-TPK/2016/PT.DKI Yang Menyatakan Bahwa Perkara TPPU Sudah Berkekuatan Hukum Tetap. Selain Tidak Ditanda Tangani Majelis Hakim Dan Panitera Pengganti Juga Sudah Lebih 6 Tahun Belum Di Eksekusi. Hal Ini Tidak Sesuai Pasal 200 Juncto Pasal 270 Dan Pasal 277 UU No 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP Juncto Pasal 50 Ayat (2) UU No 48 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Pelanggaran HAM V, Yaitu Rutan / Lapaa Me Legalisaai Dan Legitimasi Berbagai Kesalahan Nyata Dari Proses Hukum Terutama Petikan / Salinan Putusan Dasar Untuk Eksekusu Yanf Melanggar UU.
“Selain Itu Harta Korban Yang Disita Sudah Lebih 6 Tahun Sejak Perkara Berkekuatan Tetap Belum Di Eksekusi. Hal Ini Berdampak Hak Untuk Mendapat Remisi Belum Pernah Diperoleh
Adakah Harapan Bahwa Hukum Menjadi Seoranf Panglima? ” Pungkasnya
Lipsus: TM