Harian Pers || Puluhan Warga Desa Cikidangbayabang, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat mendatangi kantor desa, Rabu, (13/9/23).
Kedatangan warga tersebut untuk melakukan audensi bersama pemerintahan desa setempat. Warga menilai pemerintahan Desa Cikidangbayabang tersebut kurang terbuka mengenai hal hal yang menjadi kebijakan serta keputusan yang diduga tanpa melibatkan mereka.
Oleh sebab itulah warga akhirnya mengadakan Audensi. Audensi yang dilaksanakan di Gedung Olah Raga ( Gor ) desa setempatpun nampak terlihat alot ketika warga dari kelompok tani mempertanyakan aset desa berupa tanah desa disewakan kepada salah satu warga tanpa sepengetahuan mereka.
Kendati alot namun akhirnya audensi dapat selesai ketika Pemdes Cikidangbayabang memutuskan untuk tuntutan warga akan dibahas pada pertemuan Musdes bulan depan.
Menurut salah satu warga yang ikut dalam Audensi tersebut Sopian mengatakan bahwa ada beberapa hal yang dipertanyakan selain dari pada aset desa yang disewakan, diantaranya ialah Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Bidang Poktan, dan KIP Bidang Bumdes.
” yang jadi tuntutan warga adalah pembebasan lahan aset desa karena pemerintahan desa dan masyarakat ada miskomunikasi. Jadi yang diharapkan dari Masyarakat adanya keterbukaan dari pemerintahan desa,” katanya.
Sopian yang merupakan salah satu kelompok tani itu menerangkan jika hampir 70% warga di wilayahnya merupakan petani. Namun tidak bisa menggarap lahan yang ada.
” wilayah kami sekitar 70 persenlah petani, sementara pengelolaan aset desa dulukan kontrak dengan PT dan sekarang sudah beralih fungsi jadi lahan pertanian tetapi penggarapannya warga tidak bisa,” tandasnya.
Sopian menjelaskan bahwa pembebasan untuk 3 hektar lahan atau aset desa akan dilakukan besok. Sementara untuk tuntutan seperti Poktan dan Bumdes akan dibahas pada Musdes bulan depan.
” untuk pembebasan lahan yang 3 hektar akan dilakukan besok namun untuk yang 10 hektar karena sudah disewakan menunggu keputusan Musdes bulan oktober,” ungkapnya.
Sopian berharap dengan audensi tersebut pengelolaan baik aset desa maupun yang lainnya dapat dikelola oleh masyarakat.
” saya berharap dengan audensi ini bisa transparansi kepada masyarakat ditambah lagi masyarakat bisa mengelola aset tersebut dengan kebijakan kebijakan pemerintah yang memang diajukan,” harapnya.
Kepala Desa Cikidangbayabang, Jaenal Arifin, membenarkan jika dirinya telah menerima tiga tuntutan warga dalam audensi tersebut. Namun ia menjelaskan bahwa tanah khas desa yang telah disewakan tersebut sudah berpedoman pada Permendagri nomor 1 tahun 2016.
” untuk yang tiga hektar yang belum disewakan dan ingin dikelola oleh poktan setempat besok kami akan lakukan pengukuran. Namun untuk yang 10 hektar kami akan melakukan perbincangan intens dengan penyewa dan keputusan dari tuntutan warga tersebut kami akan bahas terlebih dahulu di Musdes bulan depan,” kata Jaenal.
Jaenal juga menyebutkan bahwa pihak penyewa yang masih warganya tersebut juga dinilai akan legowo. Karena sebelumnya telah ada perjanjian jika dalam waktu tertentu tanah yang disewa tiga tahun itu akan digunakan oleh desa maka penyewa harus merelakan atau mengalah meski sewa belum selesai.
” pihak penyewa saya kira akan legowo karena sebelumnya juga kami sudah menyepakati jika tanah khas desa tersebut akan digunakan harus rela melepasnya,” jelasnya.
Sementara Ketua BPD Cikidangbayabang, Sonson, mengatakan bahwa audensi yang dilakukan warganya tersebut merupakan masukan yang baik bagi pemerintahan desa. Ia pun berjanji bahwa kedepannya akan melakukan komunikasi ekstra kepada warganya tersebut.
” Saya sebagai BPD Cikidangbayabang sangat apresiasi sekali atas masukannya, ini sangat bagus untuk Pemerintahan Desa Cikidangbayabang dan mungkin ini masukan bagi saya mungkin kedepannya saya akan lebih berkomunikasi dengan warga,” kata Sonson.
Ia pun menjelaskan bahwa kesimpulan dari pada Audensi tersebut bahwa sisa tanah khas desa tiga hektar diserahkan kepada poktan dusun 3.
” untuk yang tiga hektar mungkin akan ada pengukuran besok,” katanya.
Sonson menerangkan jika sebelumnya dirinya juga pernah menerima aspirasi warga tersebut pada tahun 2021. Namun karena ditahun itu terkendala maka audensi ini merupakan aksi kedua.
” sepengetahuan saya pernah di tahun 2021 itu ada kendala dan mungkin ini yang kedua. Dan untuk tuntutan lain itu menunggu Musdes bulan oktober,” tutupnya.