Cianjur harianpers-.Com – Kekecewaan publik terhadap Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Kabupaten Cianjur kian memuncak. Pasalnya, instansi yang semestinya melayani masyarakat justru diduga mempermainkan aspirasi rakyat dengan merombak jadwal audiensi secara sepihak—bahkan hingga dua kali berturut-turut.
Kronologi bermula pada 9 September 2025, saat Pemuda Peduli Integritas (PEPIN) melayangkan surat audiensi resmi. Agenda pertama dijadwalkan pada Kamis, 11 September 2025. Namun, Perkim meminta perubahan jadwal ke Rabu, 17 September, dengan alasan agar seluruh bidang hadir, termasuk Kepala Dinas. Ironisnya, janji itu tak ditepati. Pada hari pelaksanaan, hanya satu bidang yang hadir. Pertanyaan-pertanyaan kritis PEPIN pun tak mendapat jawaban tuntas.
Kekecewaan makin menumpuk ketika pada 22 September 2025, PEPIN kembali melayangkan surat audiensi susulan untuk 24 September. Namun lagi-lagi, Perkim mengubah jadwal secara sepihak. Publik menilai, hal ini bukan lagi sekadar kelalaian, melainkan indikasi kesengajaan untuk mengulur-ulur waktu sekaligus melecehkan suara rakyat.
Ketua Umum PEPIN, M Abdul Rohim Rijki, menegaskan pihaknya tak lagi bisa mentolerir sikap Perkim.
“Sudah dua kali Perkim seenaknya mengubah jadwal. Yang pertama kami masih sabar, tapi yang kedua kali ini sudah tidak ada ampun. Kami tidak akan lagi dipermainkan. Kami siap konsolidasi besar-besaran dan turun ke jalan untuk menuntut pertanggungjawaban,” tegas Rohim.
Ia menilai tindakan Perkim bukan sekadar wanprestasi, melainkan cerminan buruk birokrasi di Cianjur.
“Audiensi itu hak rakyat, bukan hadiah. Kalau pemerintah tidak mau menjawab pertanyaan rakyat, lalu untuk siapa mereka bekerja?” tambahnya.
Sikap tidak kooperatif Perkim semakin mempertebal keraguan publik terhadap komitmen transparansi mereka. Bagaimana mungkin sebuah lembaga yang mengelola anggaran besar untuk urusan perumahan justru tidak mampu memberikan jawaban jelas dalam forum resmi? Apakah ada hal yang sengaja ditutup-tutupi?
Pertanyaan ini kini menggema di tengah masyarakat. Publik menilai Perkim gagal menjaga marwah pelayanan publik. Alih-alih memberi solusi, mereka justru menunjukkan arogansi dengan mempermainkan jadwal audiensi seolah suara rakyat tak berarti.
PEPIN memastikan langkah mereka tidak berhenti sampai di sini. Setelah dua kali merasa dikecewakan, opsi aksi massa terbuka lebar. Konsolidasi dengan berbagai elemen masyarakat kini tengah dilakukan.
“Kalau Perkim terus bersembunyi di balik alasan teknis dan janji kosong, maka turun ke jalan adalah pilihan terakhir yang paling rasional,” tegas Rohim.
Kini bola panas ada di tangan Perkim. Apakah mereka akan segera memperbaiki sikap dan memenuhi hak rakyat untuk mendapat jawaban? Ataukah justru membiarkan kekecewaan ini menjelma menjadi gelombang protes besar?
Satu hal jelas: rakyat Cianjur tidak boleh terus dipermainkan. Jika Perkim tetap menutup mata, suara rakyat siap turun langsung ke jalan untuk menagih janji