Cianjur Harianpers-.Com – Meningkatnya minat masyarakat terhadap pendidikan nonformal melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) seharusnya menjadi angin segar bagi peningkatan mutu pendidikan. Namun, di balik geliat positif tersebut, aroma dugaan penyimpangan anggaran mulai tercium di salah satu PKBM di wilayah selatan Cianjur. (Sabtu 11 Oktober 2025)
Adalah PKBM Bintang Madani, yang beralamat di Kampung Gugunungan RT 07 RW 02, Desa Kertajati, Kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur, kini tengah menjadi sorotan publik. Lembaga pendidikan nonformal yang dipimpin oleh Abdul Muti Husni itu diduga kuat melakukan praktik manipulasi data peserta didik demi meraup keuntungan dari dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) yang bersumber dari pemerintah pusat.
Berdasarkan hasil penelusuran tim wartawan di lapangan, tercatat 71 siswa yang sebelumnya telah lulus dari sekolah formal (SMA/SMK) kembali didaftarkan sebagai peserta didik aktif di PKBM Bintang Madani. Langkah ini diduga dilakukan untuk memperbesar jumlah siswa dalam data Dapodik, sehingga nominal anggaran BOP sebesar Rp1.830.000 per siswa per tahun dapat dicairkan secara penuh.
Jika dihitung, dana yang seharusnya tidak berhak diterima mencapai angka fantastis:
Rp1.830.000 × 71 siswa = Rp129.930.000 per tahun
Dikalikan 2 tahun (2023–2024) = Rp259.860.000
Ditambah tahap awal 2025 sebesar Rp64.965.000
Total potensi kerugian negara: Rp324.825.000.
Jumlah tersebut bukan sekadar angka di atas kertas. Jika benar adanya, praktik ini bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merugikan hak pendidikan siswa yang secara tidak sadar masih tercatat aktif di PKBM. Dampaknya fatal — mereka berpotensi tidak bisa melanjutkan ke jenjang universitas karena data Dapodik mereka masih aktif di lembaga nonformal tersebut.
Sumber internal menyebutkan, sebagian besar dari 71 siswa itu sebenarnya sudah mengantongi ijazah resmi SMA/SMK dan tidak lagi membutuhkan layanan pendidikan kesetaraan. Namun, nama-nama mereka tetap dicantumkan dalam data peserta PKBM untuk kepentingan pencairan BOP.
“Ini permainan data. Lembaga sengaja mendaur ulang nama-nama siswa lama agar mendapat dana tambahan. Nilainya ratusan juta rupiah,” ungkap salah satu narasumber yang enggan disebutkan namanya.
Dugaan manipulasi semacam ini seharusnya mendapat perhatian serius dari Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur dan juga Inspektorat Daerah. Selain berpotensi melanggar aturan penggunaan dana BOP, tindakan tersebut juga mencederai semangat pemerataan pendidikan yang menjadi tujuan utama program PKBM.
Publik kini menunggu langkah tegas pemerintah daerah dan aparat penegak hukum. Jika terbukti benar, maka praktik manipulasi data siswa ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi juga indikasi kuat tindak pidana korupsi di sektor pendidikan.
Sebab pada hakikatnya, dana BOP bukan milik lembaga — itu uang rakyat, dan setiap rupiah yang diselewengkan adalah bentuk pengkhianatan terhadap masa depan pendidikan bangsa.
Ketika dikonfirmasi, Kepala PKBM Bintang Madani, Abdul Muti Husni, membantah tudingan tersebut. Ia mengklaim tidak pernah menerima konfirmasi dari pihak media, bahkan menuding wartawan bersikap arogan.
“Kami sudah berupaya melakukan konfirmasi secara kooperatif melalui pesan WhatsApp, dan bukti chat-nya ada,” tegas salah satu jurnalis yang terlibat dalam peliputan kasus ini.
Apabila pihak PKBM Bintang Madani tetap bersikukuh tidak melakukan manipulasi, media siap membeberkan data yang menunjukkan adanya dugaan kuat pemalsuan data peserta didik demi pencairan dana BOP.